Pada sore hari Kamis (8/8), nilai tukar rupiah tercatat di Rp15.893 per dolar AS, menunjukkan penguatan sebesar 141,5 poin atau 0,88 persen dibandingkan perdagangan sebelumnya. Di sisi lain, kurs referensi Bank Indonesia (BI) yang dikenal dengan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) menunjukkan rupiah berada di level Rp15.952 per dolar AS.
Pergerakan Mata Uang Asia
Di kawasan Asia, hampir semua mata uang mengalami penguatan. Yen Jepang naik sebesar 0,38 persen, baht Thailand meningkat 0,61 persen, yuan China naik 0,13 persen, peso Filipina bertambah 0,35 persen, dan won Korea Selatan menguat 0,01 persen.
Penguatan Dolar Regional
Dolar Singapura menguat 0,28 persen dan dolar Hong Kong naik 0,11 persen pada akhir perdagangan sore ini.
Mata Uang Negara Maju
Mata uang utama negara-negara maju juga menunjukkan penguatan, dengan euro Eropa naik 0,16 persen, poundsterling Inggris meningkat 0,07 persen, dan franc Swiss naik 0,38 persen. Selain itu, dolar Australia dan dolar Kanada masing-masing menguat sebesar 0,54 persen dan 0,17 persen.
Faktor Penguatan Rupiah
Analis Pasar Lukman Leong menjelaskan bahwa penguatan rupiah didorong oleh data ekonomi Indonesia yang positif. Menurut Lukman, rupiah dan mata uang regional lainnya menguat terhadap dolar AS yang melemah, dengan dukungan dari inflow asing serta respons investor terhadap data positif seperti cadangan devisa, inflasi, dan indeks kepercayaan konsumen.
Perbandingan Dengan Hari Sebelumnya
Pada Rabu pagi (7/8), nilai tukar rupiah berada di Rp16.146 per dolar AS, mengalami penguatan sebesar 18 poin atau 0,11 persen dari perdagangan sebelumnya. Sebagian besar mata uang Asia mengalami pelemahan, termasuk baht Thailand yang turun 0,33 persen, yen Jepang melemah 1,79 persen, yuan China turun 0,37 persen, dolar Hong Kong melemah 0,03 persen, dan dolar Singapura turun 0,18 persen. Peso Filipina dan won Korea Selatan masing-masing menguat 0,14 persen dan 0,08 persen pada pagi hari itu.
Penguatan Mata Uang Negara Maju
Mata uang utama negara maju umumnya berada di zona hijau dengan poundsterling Inggris naik 0,06 persen, dolar Australia menguat 0,34 persen, franc Swiss melemah 0,61 persen, dan dolar Kanada naik 0,04 persen, sedangkan euro Eropa melemah 0,15 persen.
Proyeksi Analis Pasar
Lukman Leong memperkirakan bahwa rupiah kemungkinan akan menguat karena adanya peningkatan risiko di bursa saham, namun penguatan ini diperkirakan akan terbatas menunggu hasil PDB China dan data cadangan devisa Indonesia. Menurut Lukman, potensi penguatan rupiah terhadap dolar AS berhubungan dengan kembalinya sentimen risk on di pasar ekuitas, meskipun investor masih menunggu rilis data perdagangan China dan cadangan devisa Indonesia.
Nilai Tukar Kemarin (Rabu, 7/8) Pagi
Untuk per hari kemarin, Lukman memperkirakan bahwa nilai tukar rupiah akan bergerak dalam rentang Rp16.100 per dolar AS hingga Rp16.200 per dolar AS.
Fluktuasi nilai tukar dolar AS dalam sepekan terakhir dipengaruhi oleh berbagai faktor. Pertama, laporan ekonomi dari Amerika Serikat yang menunjukkan pertumbuhan lebih baik dari perkiraan telah memperkuat dolar AS. Selain itu, pergerakan suku bunga oleh Federal Reserve serta pengumuman kebijakan moneter dari bank sentral utama lainnya mempengaruhi volatilitas dolar. Ketidakpastian global, termasuk ketegangan perdagangan dan perkembangan geopolitik, juga memberikan dampak signifikan terhadap nilai dolar. Perubahan sentimen pasar dan respons investor terhadap data ekonomi terkini turut berperan dalam naik turunnya nilai tukar dolar AS.
Dampak Kenaikan Kurs Rupiah
Ketika kurs rupiah menguat terhadap dolar AS, seperti saat ini yang tercatat di Rp15.893 per dolar AS, dampaknya dapat terasa signifikan di berbagai sektor ekonomi. Kenaikan nilai tukar rupiah biasanya menurunkan biaya impor, karena barang-barang yang dibeli dari luar negeri menjadi lebih murah. Ini dapat mengurangi tekanan inflasi yang disebabkan oleh harga impor yang lebih tinggi. Selain itu, penguatan rupiah dapat meningkatkan daya beli konsumen domestik dan memperbaiki neraca perdagangan jika ekspor tetap stabil atau meningkat. Namun, sektor ekspor mungkin menghadapi tantangan karena produk Indonesia menjadi lebih mahal bagi pembeli internasional, yang dapat menekan volume ekspor dan pendapatan bagi pelaku usaha yang bergantung pada pasar global.
Dampak Penurunan Kurs Rupiah
Sebaliknya, ketika kurs rupiah melemah, misalnya jika mencapai level yang lebih tinggi dari Rp16.000 per dolar AS, dampaknya dapat cukup luas. Penurunan nilai tukar rupiah membuat barang-barang impor menjadi lebih mahal, yang dapat memicu inflasi domestik dan meningkatkan biaya hidup. Perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor atau teknologi asing mungkin mengalami lonjakan biaya operasional, yang pada gilirannya dapat menekan margin keuntungan mereka atau memaksa mereka untuk menaikkan harga jual produk. Namun, pelemahan rupiah dapat memberikan dorongan bagi sektor ekspor karena produk-produk Indonesia menjadi lebih kompetitif di pasar internasional, yang berpotensi meningkatkan volume ekspor dan mendukung pertumbuhan ekonomi.
Laporan IMF Menyebut Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Tetap Stabil di Tengah Ketidakpastian Global
Dana Moneter Internasional (IMF) melaporkan bahwa pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap solid meskipun menghadapi ketidakpastian eksternal, dengan inflasi yang tetap berada dalam target yang ditetapkan serta sektor keuangan yang menunjukkan ketahanan. Hal ini terungkap dalam laporan Article IV Consultation 2024 yang dirilis pada 7 Agustus 2024.
Erwin Haryono, Asisten Gubernur dan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia (BI), menyatakan bahwa IMF memuji kerangka kebijakan Indonesia yang berhati-hati di bidang moneter, fiskal, dan keuangan. Menurut IMF, kebijakan ini telah membangun fondasi yang kuat untuk stabilitas makroekonomi dan kesejahteraan sosial.
Ia menambahkan bahwa proyeksi positif IMF sesuai dengan penilaian Bank Indonesia, yang memperkirakan perekonomian Indonesia akan terus tumbuh dengan baik dan tahan terhadap dampak global. “Kami akan terus memperkuat koordinasi kebijakan bersama Pemerintah untuk mengatasi ketidakpastian global sambil mempertahankan independensi dalam mencapai tujuan yang diatur oleh Undang-Undang,” lanjutnya.
BI berkomitmen untuk memperkuat integrasi kebijakan moneter dan fiskal demi memelihara stabilitas makroekonomi, sektor keuangan yang stabil, serta melanjutkan pertumbuhan ekonomi yang positif.
Dalam penilaiannya,Dewan Direktur IMF memberikan apresiasi terhadap kebijakan yang telah diambil oleh otoritas Indonesia. Apresiasi tersebut mencakup beberapa aspek yang cukup penting, seperti disiplin fiskal, pengendalian inflasi sesuai target, kebijakan moneter yang responsif terhadap data, penguatan kebijakan makroprudensial, dan upaya menuju status negara berpendapatan tinggi pada tahun 2045. Selain itu, komitmen Indonesia terhadap target zero-emission pada 2060 juga mendapatkan pujian,termasuk langkah-langkah untuk mengurangi emisi gas rumah kaca dan deforestasi.
IMF memproyeksikan bahwa ekonomi Indonesia akan tetap tumbuh dengan kuat dengan estimasi pertumbuhan 5,0% hingga 5,1% pada tahun 2024 dan 2025, meskipun ada risiko seperti volatilitas harga komoditas dan perlambatan pertumbuhan di negara mitra dagang utama.