Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengumumkan bahwa wabah mpox di Afrika kini dinyatakan sebagai keadaan darurat kesehatan global pada hari Rabu (14/8). Keputusan ini menandai penetapan status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC), yang merupakan peringatan tertinggi mengenai risiko penyebaran penyakit ini.
Sebelumnya, WHO telah mengadakan pertemuan dengan para ahli untuk mengevaluasi situasi wabah mpox. Hasil pertemuan ini kemudian digunakan sebagai dasar rekomendasi kepada Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Hari ini, komite darurat menyampaikan kepada saya bahwa menurut pandangan mereka, situasi ini memenuhi kriteria sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian internasional. Saya telah menerima saran tersebut," kata Tedros dalam konferensi pers, seperti dikutip dari AFP.
Tedros menjelaskan bahwa dengan penetapan status darurat kesehatan global ini, mpox harus menjadi perhatian seluruh pihak di seluruh dunia.
"WHO berkomitmen untuk mengoordinasikan respons global dalam beberapa hari dan minggu mendatang. Kami akan bekerja sama secara erat dengan setiap negara yang terdampak, serta memanfaatkan kehadiran kami di lapangan untuk mencegah penyebaran, merawat yang terinfeksi, dan menyelamatkan nyawa," ujar Tedros.
Penyakit mpox pertama kali ditemukan di Republik Demokratik Kongo pada tahun 1970. Penyakit ini, yang sebelumnya dikenal sebagai cacar monyet, telah menyebar ke berbagai negara lain.
WHO mencatat bahwa tahun ini sudah ada lebih dari 14 ribu kasus mpox, dengan 524 kematian dilaporkan di Kongo.
"Lonjakan kasus mpox klade 1b yang terjadi tahun lalu serta penyebaran pesat di Republik Demokratik Kongo, yang tampaknya terutama terjadi melalui kontak seksual, dan penemuan kasus di negara-negara tetangga Kongo, sangat mengkhawatirkan." kata Tedros saat memulai rapat komite darurat.
Dia menambahkan bahwa dalam sebulan terakhir, sekitar 90 kasus mpox klade 1b telah dilaporkan di empat negara tetangga Kongo: Burundi, Kenya, Rwanda, dan Uganda.
"Negara-negara ini sebelumnya tidak melaporkan adanya mpox," tambahnya.
Deklarasi status PHEIC memicu respons darurat di berbagai negara di seluruh dunia, sesuai dengan Peraturan Kesehatan Internasional yang berlaku secara hukum.
Status PHEIC ini adalah yang kedua kalinya diberlakukan untuk wabah mpox. Pada Mei 2022, infeksi mpox melonjak secara global, dengan sebagian besar kasus terjadi pada pria gay dan biseksual yang terpapar subklade klade 2b.
Wabah mpox subklade 1b kini mengalami lonjakan di DRC sejak September 2023. Dampak penyakit ini lebih parah dibandingkan klade 2b, dengan tingkat kematian yang lebih tinggi.
Mpox adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang ditularkan kepada manusia dari hewan terinfeksi. Virus ini juga dapat menyebar antar manusia melalui kontak fisik yang dekat.
Gejala infeksi mpox meliputi demam, nyeri otot, dan lesi kulit berupa bisul besar.
Menanggapi Darurat Global Mpox, Kemenkes Siapkan Vaksin
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Indonesia sedang mempersiapkan vaksin untuk menghadapi potensi penyebaran wabah mpox atau cacar monyet di tanah air. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap pengumuman Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai status darurat kesehatan global untuk wabah mpox di Afrika.
Status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) yang ditetapkan oleh WHO adalah peringatan tertinggi mengenai ancaman penyebaran penyakit ini.
"Kami sedang mempersiapkan vaksin. Kita beruntung karena masih memiliki stok vaksin cacar dari sebelumnya. Saya pribadi masih mendapatkan vaksin cacar. Ini memberikan imunitas yang cukup baik," ujar Budi Gunadi Sadikin di Istana Wapres pada Kamis (15/8).
Budi menyebutkan bahwa Indonesia beruntung karena masih memiliki vaksin cacar, yang berbeda dengan negara-negara di Eropa yang sudah tidak lagi memiliki vaksin tersebut.
"Vaksin cacar memberikan perlindungan yang cukup baik. Di Eropa, vaksin tersebut sudah tidak diberikan, sehingga mereka tidak memiliki imunitas yang sama. Sedangkan kita masih memiliki imunitas tersebut," jelasnya.
Budi juga mengungkapkan bahwa saat ini pihaknya sedang mengkaji kemungkinan melakukan vaksinasi ulang untuk kelompok-kelompok yang belum menerima vaksin sebelumnya sebagai langkah antisipasi terhadap penyebaran wabah cacar monyet.
"Saat ini, kami sedang mengevaluasi apakah perlu melakukan vaksinasi tambahan bagi kelompok yang belum di vaksin untuk mencegah penyebaran wabah cacar monyet," tambahnya.
Status darurat kesehatan global diumumkan oleh WHO pada Rabu (14/8), setelah melakukan pertemuan dengan para ahli untuk menilai wabah tersebut. Hasil pertemuan tersebut menjadi dasar rekomendasi bagi Direktur Jenderal WHO, Tedros Adhanom Ghebreyesus.
"Hari ini, komite darurat bertemu dan memberi tahu saya bahwa mereka menganggap situasi ini sebagai keadaan darurat kesehatan masyarakat yang membutuhkan perhatian internasional. Saya telah menerima rekomendasi tersebut," kata Tedros dalam konferensi pers, seperti dilaporkan AFP.
Pasien Monkeypox yang Meninggal Alami Komplikasi Pencernaan
Satu pasien cacar monyet atau monkeypox di Indonesia telah meninggal dunia saat menjalani perawatan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta baru-baru ini. Dokter spesialis penyakit dalam dan sub-spesialis penyakit tropik serta infeksi di RSCM, Lie Khie Chen, menjelaskan bahwa pasien tersebut meninggal setelah menghadapi berbagai komplikasi yang disebabkan oleh penyakit penyerta atau komorbid yang dimilikinya.
"Pasien yang dirujuk ke RSCM adalah kasus monkeypox dengan komorbid berat. Kami menerima pasien tersebut setelah dirujuk dari rumah sakit lain," ungkap Khie Chen dalam konferensi pers daring yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan, Kamis (23/11).
Menurut Khie Chen, pasien tersebut mengalami masalah serius pada saluran pencernaannya, yang mengakibatkan gangguan aliran di usus. Sebelum dirujuk ke RSCM, pasien telah menjalani perawatan di rumah sakit lain selama beberapa minggu, sekitar tiga hingga empat minggu, namun kondisinya tidak menunjukkan perbaikan yang signifikan.
Gangguan aliran di usus memaksa pasien menjalani operasi. Meskipun ada perbaikan sementara setelah operasi, kondisi pasien kembali memburuk karena adanya komorbid tambahan. Pasien juga mengalami masalah paru-paru yang akhirnya menjadi salah satu penyebab kematiannya.
"Selama dua minggu perawatan, komplikasi pada paru-paru muncul dan kondisinya semakin kritis. Kami sudah berupaya sebaik mungkin, tetapi kondisi pasien terlalu parah dan tidak dapat diselamatkan," tambah Khie Chen.
Selain masalah pencernaan dan kondisi paru-paru yang memburuk, pasien juga mengalami lesi dan bintil cacar monyet yang cukup banyak di tubuhnya. Dokter Hanny Nilasari, seorang ahli dari Kelompok Staf Medis Dermatologi dan Venereologi RSCM, menjelaskan bahwa lesi dan bintil cacar monyet tersebar hampir di seluruh tubuh pasien. Meski jumlah lesinya bervariasi, beberapa area mengalami lesi yang cukup parah.
"Lesi kulit pasien terlihat meluas dan menyebar di berbagai lokasi tubuh. Meskipun ada area dengan jumlah lesi yang lebih sedikit, namun keparahannya cukup signifikan. Pasien juga mengalami gatal yang membuatnya terpaksa menggaruk area lesi, dan beberapa lesi muncul kembali setelah operasi," kata Nilasari.
Dengan adanya lesi yang banyak dan masalah kesehatan lainnya, pasien mengalami kondisi yang sangat sulit diatasi, yang akhirnya menyebabkan kematiannya.