Apa Itu Zaken Kabinet yang Akan Dibentuk Prabowo?

 


Dalam literatur, seperti yang disebutkan dalam Jurnal Menapaki Jalan Konstitusional Menuju Zaken Kabinet: Ikhtiar Mewujudkan Pemerintahan Berkualitas Konstitusi, zaken kabinet diartikan sebagai kabinet yang diisi oleh para profesional dan ahli di bidangnya masing-masing. Kabinet ini juga dikenal dengan istilah business cabinet, yang menekankan pada profesionalisme dan keahlian dalam pemerintahan.


Sejarah zaken kabinet di Indonesia dimulai dengan Kabinet Natsir yang dibentuk pada 6 September 1950. Kabinet ini dianggap sebagai contoh zaken kabinet karena diisi oleh orang-orang yang ahli di bidang masing-masing. Salah satu contohnya adalah Sjafruddin Prawiranegara, seorang ahli ekonomi dan keuangan yang menjabat sebagai Menteri Keuangan, serta Soemitro Djojohadikusumo yang menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Perindustrian.


Selain itu, Mohammad Natsir, yang merupakan anggota Partai Masyumi, tidak melibatkan Partai Nasional Indonesia (PNI) dalam kabinetnya, meskipun PNI memiliki kursi terbesar kedua di parlemen setelah Masyumi. Natsir lebih memilih berkoalisi dengan partai-partai kecil seperti PSI, PSII, PIR, Parindra, Partai Katolik, dan Fraksi Demokrasi, yang merupakan permintaan langsung dari Presiden Sukarno saat itu.


Meskipun demikian, Kabinet Natsir berumur pendek. Natsir mengembalikan mandatnya sebagai perdana menteri kepada Sukarno pada 21 Maret 1951, hanya setahun setelah kabinet terbentuk.


Sebuah upaya serupa dilakukan oleh kader PNI, Wilopo, yang juga mencoba membentuk zaken kabinet dengan mengajak partai-partai seperti PSI, PSII, Parkindo, Parindra, Masyumi, Partai Katolik, dan Partai Buruh untuk bergabung dalam koalisi. Namun, nasib Kabinet Wilopo serupa dengan Kabinet Natsir, yang hanya bertahan selama satu tahun.


Kesulitan dalam Mempertahankan Zaken Kabinet


Baik Kabinet Natsir maupun Kabinet Wilopo menghadapi masalah yang sama, yaitu kehilangan dukungan mayoritas di parlemen. Partai-partai yang awalnya berkoalisi akhirnya menarik para menteri mereka dari kabinet, yang menyebabkan kabinet menjadi rapuh dan mudah dijatuhkan. Meski mereka mengangkat beberapa menteri yang ahli di bidangnya, para menteri tersebut tetap berasal dari partai politik. Akibatnya, para menteri harus tunduk pada keputusan partai politik mereka masing-masing, terutama jika partai tersebut memutuskan untuk menarik dukungan dari kabinet.




Pengalaman sejarah tersebut menunjukkan bahwa meskipun zaken kabinet diisi oleh para ahli, tantangan politik di parlemen tetap menjadi faktor penting dalam keberlangsungan pemerintahan. Zaken kabinet mungkin lebih fokus pada kompetensi dan keahlian, tetapi dukungan politik di parlemen tetap menjadi kunci bagi stabilitas pemerintahan.


Dengan latar belakang tersebut, rencana Prabowo untuk membentuk zaken kabinet menarik perhatian karena kemungkinan akan menghadapi tantangan serupa dalam dinamika politik Indonesia. Sementara ia mungkin lebih fokus pada kemampuan teknis para menterinya, dukungan politik yang solid dari parlemen juga diperlukan agar kabinetnya dapat berjalan dengan lancar dan efektif.


Dalam konteks modern, pembentukan zaken kabinet oleh Prabowo menandakan niat untuk membawa lebih banyak profesionalisme ke dalam pemerintahan, yang diharapkan dapat meningkatkan kualitas tata kelola dan pelayanan publik. Namun, seperti yang terlihat dari sejarah, keseimbangan antara keahlian dan dukungan politik menjadi tantangan yang perlu dihadapi oleh pemerintahan zaken kabinet.


Lebih baru Lebih lama