Kena Pajak 2,4 Persen di Tahun 2025, Jika Bangun Rumah Sendiri

 




Jakarta, Pepe News (13/9) - Mulai tahun 2025, masyarakat yang membangun rumah sendiri akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 2,4 persen, naik dari sebelumnya 2,2 persen. Kenaikan ini mengikuti rencana peningkatan tarif PPN umum dari 11 persen menjadi 12 persen, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP). Berdasarkan peraturan ini, tarif PPN sebesar 12 persen akan berlaku paling lambat pada 1 Januari 2025.


Regulasi mengenai PPN untuk pembangunan rumah sendiri tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 61 Tahun 2022. Dalam beleid ini, disebutkan bahwa besaran tarif pajak untuk pembangunan rumah sendiri dihitung sebesar 20 persen dari tarif PPN umum. Jadi, saat PPN naik menjadi 12 persen, pajak pembangunan rumah sendiri juga akan naik menjadi 2,4 persen.


Peraturan ini tidak hanya berlaku untuk pembangunan rumah baru, tetapi juga untuk renovasi atau perluasan bangunan lama. Namun, tidak semua proyek pembangunan dikenakan PPN. Beberapa kriteria yang harus dipenuhi untuk dikenakan pajak ini antara lain: konstruksi bangunan terdiri dari bahan seperti kayu, beton, batu bata, atau baja; bangunan tersebut digunakan sebagai tempat tinggal atau kegiatan usaha; dan luas bangunan minimal 200 meter persegi. Jika luas bangunan kurang dari 200 meter persegi, maka tidak akan dikenakan PPN.


Selain itu, penetapan PPN untuk pembangunan rumah sendiri juga berlaku sejak proses pembangunan dimulai hingga selesai. Namun, jika pembangunan dilakukan secara bertahap dan memakan waktu lebih dari dua tahun antar tahapannya, maka pembangunan tersebut akan dianggap sebagai proyek yang terpisah.


Kenaikan tarif ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk menyelaraskan peraturan perpajakan dengan perkembangan ekonomi dan fiskal. PPN untuk pembangunan rumah sendiri sebenarnya bukan pajak baru, melainkan sudah diterapkan sejak tahun 1994, namun tarifnya disesuaikan berdasarkan UU HPP.


Bagi masyarakat yang berencana membangun rumah sendiri atau memperluas bangunan lama dengan luas lebih dari 200 meter persegi, perlu bersiap menghadapi kenaikan pajak ini mulai tahun depan. Namun, bagi mereka yang membangun dengan luas di bawah 200 meter persegi, masih ada pengecualian sehingga tidak dikenakan pajak tersebut.


Sistem pengenaan PPN pada kegiatan membangun sendiri (KMS) ini dihitung berdasarkan biaya pembangunan yang dikeluarkan selama masa pajak hingga bangunan selesai, tidak termasuk biaya perolehan tanah. Hal ini merujuk pada Pasal 3 ayat 3 dari PMK Nomor 61 Tahun 2022.


Untuk saat ini, tarif PPN KMS masih berada di angka 2,2 persen, yaitu hasil dari 20 persen dikalikan dengan tarif PPN umum sebesar 11 persen. Namun, ketika PPN umum resmi dinaikkan menjadi 12 persen pada 2025, tarif PPN untuk KMS juga otomatis naik menjadi 2,4 persen.


Adanya kenaikan tarif PPN ini tentu memberikan implikasi bagi masyarakat yang berencana membangun rumah sendiri. Oleh karena itu, penting bagi masyarakat untuk mempersiapkan diri, terutama bagi yang memiliki rencana pembangunan di tahun-tahun mendatang. Pemerintah berharap dengan adanya kenaikan ini, pendapatan negara dari sektor perpajakan dapat meningkat, sekaligus mendukung upaya penyeimbangan anggaran negara.


Perlu dicatat bahwa PPN KMS tidak hanya berlaku untuk orang pribadi, tetapi juga badan atau entitas yang melakukan pembangunan, baik untuk keperluan pribadi maupun pihak lain. Bagi mereka yang membangun rumah untuk keperluan usaha, peraturan ini juga tetap berlaku.


Secara keseluruhan, aturan mengenai kenaikan tarif PPN untuk kegiatan membangun sendiri ini bertujuan untuk menciptakan keadilan dalam sistem perpajakan. Pemerintah juga berusaha memastikan bahwa hanya pembangunan dengan nilai tertentu yang dikenakan pajak, sementara proyek kecil dengan luas di bawah 200 meter persegi tidak terbebani oleh PPN.


Dengan adanya kenaikan ini, masyarakat diharapkan lebih teliti dalam merencanakan proyek pembangunan, terutama dari segi luas bangunan dan jangka waktu pembangunan. Jika pembangunan dilakukan secara bertahap, penting untuk memastikan bahwa setiap tahapannya tidak melebihi dua tahun, agar tidak dikenakan pajak sebagai proyek terpisah.


Langkah ini juga sejalan dengan upaya pemerintah dalam meningkatkan kontribusi pajak dari sektor properti. Selain itu, kenaikan tarif PPN umum menjadi 12 persen juga akan berdampak pada sektor-sektor lain yang terkait dengan pembangunan, seperti material bangunan, jasa konstruksi, dan sebagainya.


Penerapan aturan ini memberikan sinyal bahwa pemerintah ingin menyeimbangkan beban pajak antara sektor formal dan informal. Kegiatan membangun sendiri, yang seringkali dilakukan secara informal, kini dikenakan pajak yang lebih jelas dan terstruktur. Ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan negara dari sektor-sektor yang sebelumnya tidak tersentuh oleh sistem perpajakan formal.


Dalam hal ini, peran sosialisasi dari pemerintah juga sangat penting agar masyarakat lebih memahami peraturan baru ini. Dengan pemahaman yang baik, masyarakat diharapkan dapat mematuhi ketentuan perpajakan yang berlaku tanpa mengalami kebingungan atau kesulitan dalam proses pembayarannya.


Pemerintah juga perlu memberikan panduan yang jelas mengenai cara perhitungan PPN KMS, terutama bagi masyarakat yang mungkin tidak terbiasa dengan aturan perpajakan. Bantuan atau layanan konsultasi pajak bagi masyarakat juga dapat menjadi solusi untuk mengurangi potensi kesalahan dalam perhitungan atau pembayaran pajak.


Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan pendapatan dari sektor perpajakan, termasuk melalui pembaruan sistem dan peraturan perpajakan. Kenaikan PPN KMS ini hanyalah salah satu contoh dari langkah-langkah yang diambil untuk menyesuaikan kebijakan fiskal dengan kondisi ekonomi yang terus berkembang.


Bagi masyarakat yang berencana membangun rumah sendiri dalam waktu dekat, ada baiknya untuk segera memulai proses pembangunan sebelum kenaikan PPN berlaku pada tahun 2025. Ini akan memberikan mereka keuntungan dari tarif pajak yang masih lebih rendah, yaitu 2,2 persen.


Namun, bagi yang tidak tergesa-gesa, tetap penting untuk mengikuti perkembangan aturan perpajakan ini. Dengan perencanaan yang baik, dampak kenaikan pajak ini dapat diminimalisir, terutama bagi mereka yang membangun rumah dengan biaya yang lebih tinggi.


Di sisi lain, pemerintah juga diharapkan dapat memastikan bahwa kenaikan tarif ini tidak menimbulkan dampak negatif yang signifikan terhadap sektor konstruksi dan properti secara keseluruhan. Dukungan bagi pelaku usaha di sektor tersebut, seperti insentif pajak atau subsidi untuk material bangunan, mungkin dapat dipertimbangkan untuk menjaga pertumbuhan industri konstruksi di Indonesia.


Lebih baru Lebih lama