Batasan Usia Larangan Merokok Naik dari 18 ke 21 Tahun

 


Pemerintah telah menaikkan batas usia bagi mereka yang dilarang merokok di Indonesia. Kini, penjualan rokok tidak boleh dilakukan kepada orang yang usianya di bawah 21 tahun, naik dari batas sebelumnya yang hanya 18 tahun.


Ketetapan tersebut tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 mengenai Kesehatan, yang ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada Jumat, 26 Juli.


“Setiap individu dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik kepada mereka yang berusia di bawah 21 tahun dan perempuan hamil,” bunyi Pasal 434 Ayat (1) huruf b.


Selain itu, pemerintah juga melarang penjualan rokok tembakau secara satuan per batang kecuali untuk cerutu dan rokok elektronik, serta melarang penggunaan mesin penjual otomatis.


Pemerintah juga menetapkan larangan untuk menempatkan produk tembakau dan rokok elektronik di sekitar pintu masuk dan keluar, atau di area yang sering dilewati.


Selain itu, produk tembakau tidak boleh dijual dalam radius 200 meter dari institusi pendidikan dan taman bermain anak. Pemerintah juga melarang penjualan melalui platform e-commerce atau media sosial.


Upaya ini dilakukan untuk menurunkan angka merokok yang berpotensi memicu kematian di Indonesia, yang kini menjadi salah satu negara dengan jumlah perokok tertinggi di dunia.


Rangkaian Aturan Baru Mengenai Rokok dalam PP Kesehatan Presiden Joko Widodo telah menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 yang berisi pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan pada 26 Juli lalu.


Aturan ini terdiri dari 1.072 pasal yang mencakup berbagai aspek, salah satunya terkait pengaturan rokok. Berikut ini adalah beberapa poin penting terkait peraturan baru tentang rokok yang telah dirangkum oleh CNN Indonesia.


Batas Usia Perokok Menjadi 21 Tahun ke Atas Pemerintah menaikkan batas usia perokok di Indonesia. Saat ini, penjualan rokok dilarang untuk mereka yang usianya di bawah 21 tahun, naik dari batas sebelumnya yang hanya di bawah 18 tahun.


“Setiap orang dilarang menjual produk tembakau dan rokok elektronik kepada yang berusia di bawah 21 tahun serta perempuan yang sedang hamil,” demikian tertuang dalam Pasal 434 Ayat (1) huruf b.


Larangan Penjualan Rokok Secara Eceran Pemerintah juga melarang penjualan rokok dalam bentuk eceran per batang. Penjualan melalui mesin penjual otomatis juga tidak diperbolehkan.


"Sesuai dengan Pasal 434 ayat 1 huruf c, penjualan produk tembakau dan rokok elektronik dalam bentuk eceran per batang dilarang, kecuali untuk cerutu dan rokok elektronik."


Larangan Kemasan Rokok ‘Kiddie Pack’ Peraturan tersebut juga melarang penjualan rokok dalam kemasan ‘kiddie pack’ yang berisi kurang dari 20 batang.


“Setiap orang yang memproduksi atau mengimpor rokok mesin dilarang mengemas kurang dari 20 batang per kemasan. Larangan ini tidak berlaku untuk produk tembakau selain rokok mesin,” demikian bunyi pasal 433.


Aturan ini bertujuan untuk mengurangi prevalensi perokok anak serta menekan angka kematian akibat rokok.





Penjualan Rokok Dilarang di Dekat Sekolah Selain itu, pemerintah menetapkan larangan penjualan rokok tembakau dan rokok elektronik dalam radius 200 meter dari sekolah atau taman bermain anak.


Pedagang juga tidak boleh menempatkan produk tembakau di area pintu masuk atau pintu keluar, serta di tempat yang sering dilalui masyarakat.


Larangan Iklan Rokok di Media Sosial Pemerintah juga melarang penjualan rokok melalui situs web atau aplikasi e-commerce serta media sosial. Namun, ada pengecualian jika verifikasi usia dilakukan.


Peringatan di Kemasan Rokok Diperbesar Menjadi 50 Persen Pemerintah mewajibkan produsen rokok untuk memperbesar ukuran peringatan kesehatan bergambar (pictorial health warning) pada kemasan rokok, dari 40 persen menjadi 50 persen dari luas kemasan.


Peraturan ini juga berlaku untuk rokok elektronik, namun tidak termasuk rokok klobot, rokok klembak menyan, dan cerutu batangan.


Peringatan wajib diletakkan di bagian atas kemasan, pada sisi lebar di bagian depan dan belakang, dengan luas 50 persen. Peringatan ini harus ditulis dengan huruf berwarna kuning dengan latar belakang hitam dan dicetak secara jelas," demikian ketentuan pasal tersebut.


Dengan perubahan ini, diharapkan kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok dapat meningkat, terutama di kalangan anak-anak dan remaja.


Heru Budi Akan Hentikan KJP untuk Pelajar yang Merokok, Termasuk Pengguna Vape


Penjabat Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Hartono, menyatakan bahwa pihaknya akan mengambil langkah tegas dengan mencabut Kartu Jakarta Pintar (KJP) bagi siswa yang terbukti merokok, termasuk pengguna rokok elektrik atau vape.


Heru menegaskan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah perokok terbanyak di dunia, menempati urutan ketiga setelah Cina dan India. Hal ini menimbulkan kekhawatiran tersendiri bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta. Oleh sebab itu, Heru mengajak para orang tua untuk berperan aktif dalam mencegah perilaku merokok di kalangan anak-anak mereka.


"Jika ada pelajar yang kedapatan merokok, saya tidak akan ragu untuk mencabut Kartu Jakarta Pintarnya. Hal ini juga berlaku bagi mereka yang menggunakan rokok elektrik atau vape. Saya akan menyampaikan hal ini kepada orang tuanya agar turut mengawasi perilaku anak-anak mereka," ujar Heru saat berkunjung ke Pasar Minggu, Jakarta Selatan, pada Senin (5/8).


Heru menambahkan bahwa rokok elektrik dianggap lebih berbahaya daripada rokok konvensional dan tidak seharusnya digunakan oleh para pelajar. Pemerintah memandang penggunaan vape oleh anak muda sebagai masalah serius yang harus segera diatasi.


Selain kebiasaan merokok, Heru juga menyatakan akan mencabut KJP dari pelajar yang terlibat dalam tawuran atau perkelahian antar pelajar. Dia menegaskan bahwa dana KJP sejatinya diperuntukkan bagi siswa yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang mampu dan diberikan untuk mendukung pendidikan mereka, bukan untuk membiayai perilaku yang tidak patut.



"Kartu Jakarta Pintar merupakan bantuan pendidikan bagi pelajar yang benar-benar membutuhkan. Saat ini, DKI Jakarta mengalokasikan dana sebesar Rp2 triliun untuk program ini. Bahkan, tahun ini kami menambahkan anggaran sebesar Rp200 miliar untuk mendukung pelaksanaan program ini lebih lanjut. Tidak ada provinsi lain yang menyediakan program bantuan sebesar ini," ungkap Heru.


Namun, Heru menegaskan bahwa bantuan ini hanya diberikan kepada siswa yang menunjukkan perilaku yang baik dan mematuhi aturan. Jika mereka terlibat dalam perilaku buruk seperti merokok atau tawuran, konsekuensinya jelas: KJP mereka akan dicabut.


"Saya tidak akan segan-segan mencabut KJP jika saya menemukan pelajar yang terlibat tawuran atau merokok. Ini adalah bentuk tindakan tegas kami untuk menjaga integritas program bantuan pendidikan ini," tambahnya.


Heru menekankan pentingnya peran serta masyarakat, terutama para orang tua, dalam mendidik dan mengawasi anak-anak mereka agar menjauhi kebiasaan merokok. Dia juga meminta para orang tua untuk lebih peduli terhadap kegiatan anak-anak mereka di luar sekolah, sehingga bisa meminimalisasi risiko mereka terlibat dalam perilaku negatif seperti tawuran atau merokok.


"Orang tua harus berperan aktif dalam mendidik anak-anak mereka agar menjauhi rokok, termasuk rokok elektrik. Ini demi masa depan mereka dan juga demi keberlangsungan program bantuan pendidikan yang kami sediakan," tutup Heru.


Dengan langkah ini, Pemprov DKI Jakarta berharap dapat menekan angka perokok muda di ibu kota sekaligus meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kesehatan dan perilaku yang baik di kalangan pelajar.


Lebih baru Lebih lama